Posts

Showing posts from September, 2014

Perlawanan Rakyat Makasar

Kerajaan Goa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan Goa. Somba Opu senantiasa terbuka untuk siapa saja.  Banyak para pedagang asing yang tinggal di kota itu.  Misalnya, orang Inggris, Denmark, Portugis, dan Belanda. Mereka diizinkan membangun loji di kota itu. Goa anti terhadap tindakan monopoli perdagangan. Masyarakat Goa ingin hidup merdeka dan bersahabat kepada siapa saja tanpa hak istimewa.  Masyarakat Goa senantiasa berpegang pada prinsip hidup sesuai dengan kata-kata “Tanahku terbuka bagi semua bangsa”, “Tuhan menciptakan tanah dan laut; tanah dibagikannya untuk semua manusia dan laut adalah milik bersama.” Dengan prinsip keterbukaan itu maka Goa cepat berkembang. Pelabuhan Somba Opu memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Somba Opu telah berperan sebagai bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari timur ke barat

Modernisme dan Reformasi Islam

Modernisme diartikan sebagai cara berpikir dengan peradaban Barat, dengan merujuk upaya mengejar ketertinggalan melalui pencarian mendasar etik kepada Islam untuk kebangkitan politik dan budaya. Reformasi biasanya diartikan sebagai pembaruan melalui pemurnian agama. Reformasi agama (Islam) diartikan sebagai gerakan untuk memperbaharui cara berpikir dan cara hidup umat menurut ajaran yang murni. Gerakan Reformasi Islam telah dirintis di Sumatera Barat pada abad ke-19 yang berlanjut ke Jawa dan berbagai daerah lainnya. Jika pada abad ke-19, gerakan itu lebih menekankan pada gerakan salafi melawan kaum adat, pada abad ke-20 lebih menekankan pada pencarian etik modernitas dari dalam melawan tradisonalisme dan kemunduran umat Islam, serta menghadapi Barat yang menjajah mereka.  Pada awal abad ke-20, empat ulama muda Minangkabau kembali dari menuntut ilmu di Mekah. Mereka adalah :  Syekh Muhammad Taher Jamaluddin (1900),  Syekh Muhammad Jamil Jambek (1903),  Haji Abdul Karim Amrullah (190

Manusia Wajak atau Homo Wajakensis

Pada tahun 1889, manusia Wajak ditemukan oleh B.D. van Rietschoten di sebuah ceruk di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat Tulungagung, Jawa Timur. Sartono Kartodirjo (dkk) menguraikan tentang temuan itu, berupa tengkorak, termasuk fragmen rahang bawah, dan beberapa buah ruas leher. Temuan Wajak itu adalah Homo sapiens dengan ciri-ciri sebagai berikut : Mukanya datar dan lebar,  akar hidungnya lebar dan bagian mulutnya menonjol sedikit.  Dahinya agak miring dan di atas matanya ada busur kening nyata.  Tengkorak ini diperkirakan milik seorang perempuan berumur 30 tahun dan mempunyai volume otak 1.630 cc. Wajak kedua ditemukan oleh Dubois pada tahun 1890 di tempat yang sama. Temuan berupa fragmen-fragmen tulang tengkorak, rahang atas dan rahang bawah, serta tulang paha dan tulang kering.  Pada tengkorak ini terlihat juga busur kening yang nyata. Pada tengkorak laki-laki perlekatan otot sangat nyata. Langit-langit juga dalam. Rahang bawah besar dengan gigi-gigi yang b

Pola Hunian Manusia Purba

Pola hunian manusia purba secara umum memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu, kedekatan dengan sumber air dan kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu dapat dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) Petunjuk yang dapat memberikan gambaran jelas pada kita tentang kehidupan manusia purba adalah sebaran sisa-sisa peralatan yang digunakan pada saat itu, yang umumnya berada di dasar atau di sekitar sungai. Kehidupan di sekitar sungai itu menunjukkan pola hidup manusia purba di alam terbuka. Manusia purba mempunyai kecenderungan untuk menghuni lingkungan terbuka di sekitar aliran sungai. Manusia purba juga memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan yang tersedia, termasuk tinggal di gua-gua. Mobilitas manusia purba yang tinggi tidak memungkinkan untuk menghuni gua secara menetap

Sistem Politik Ekonomi Liberal Belanda di Indonesia

Setelah kaum liberal di Belanda mendapatkan kemenangan politik di Parlemen (Staten Generaal). Parlemen memiliki peranan lebih besar dalam urusan tanah jajahan. Sesuai dengan asas liberalisme, maka kaum liberal menuntut adanya perubahan dan pembaruan.  Peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus dikurangi, sebaliknya perlu diberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk mengelola kegiatan ekonomi. Pemerintah berperan sebagai pelindung warga, mengatur tegaknya hukum, dan membangun sarana prasarana agar semua aktivitas masyarakat berjalan lancar. Kaum liberal menuntut pelaksanaan Tanam Paksa di Hindia Belanda diakhiri.  Hal tersebut didorong oleh terbitnya dua buah buku pada tahun 1860 yakni buku Max Havelaar tulisan Edward Douwes Dekker dengan nama samarannya Multatuli, dan buku berjudul Suiker Contractor (Kontrak-kontrak Gula) tulisan Frans van de Pute. Kedua buku ini memberikan kritik keras terhadap pelaksanaan Tanam Paksa.  Penolakan terhadap Tanam Paksa sudah menjadi pendapat umu

Politik Etis

Memasuki abad ke 20 pemerintah kolonial menerapkan kebijakan ekonomi yang berbasis pada sistem kapitalisme Barat melalui komersialisasi, sistem moneter, dan komoditas barang. Sistem itu didukung dengan kebijakan pajak tanah, sistem perkebunan, perbankan, perindustrian, perdagangan, dan pelayaran.  Dampak dari itu kehidupan rakyat Hindia Belanda mengalami penurunan kesejahteraan. Kebijakan itu mendapat kritik dari politikus dan intelektual di Hinda Belanda, yaitu C.Th. Van Deventer dalam tulisannya yang berjudul “Een Eereschlud’ (hutang kehormatan), yang dimuat di majalah De Gids (1899). Dalam tulisannya Van Deventer mengatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda telah mengeksploitasi wilayah jajahannya untuk membangun negeri mereka dan memperoleh keuntungan yang besar.  Kritikan itu mendapat perhatian dari berbagai kalangan, beberapa kelompok yang sependapat dengan Van Deventer mengungkapkan perlunya suatu kewajiban moral bagi Belanda untuk memberikan balas budi. Keuntungan yang didapat da

Perlawanan Banten Terhadap VOC

Image
Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan seranganserangan terhadap VOC. Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di Kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari Sultan Abu al- Ma’ali Ahmad yang wafat pada 1650. Pangeran Surya bergelar Sultan Abu al-Fath Abulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Ia berusaha memulihkan posisi Banten sebagai Bandar perdagangan internasional dan sekaligus menandingi perkembangan di Batavia. Beberapa hal yang dilakukan misalnya :  Mengundang para pedagang Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Denmark dan Por

Beberapa Konflik Sosial pada Era Reformasi

Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan dan perbaikan di segala aspek kehidupan yang lebih baik. Namun, pada praktiknya tuntutan reformasi telah disalahgunakan oleh para petualang politik hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.  Pada era reformasi, konflik yang terjadi di masyarakat makin mudah terjadi dan sering kali bersifat etnis di berbagai daerah. Kondisi sosial masyarakat yang kacau akibat lemahnya hukum dan perekonomian yang tidak segera kunjung membaik menyebabkan sering terjadi gesekan-gesekan dalam masyarakat.  Beberapa konflik sosial yang terjadi pada era reformasi berlangsung di beberapa wilayah, antara lain sebagai berikut. 1. Kalimantan Barat Konflik sosial yang terjadi di Kalimantan Barat melibatkan etnik Melayu, Dayak, dan Madura. Kejadian bermula dari tertangkapnya seorang pencuri di Desa Parisetia, Kecamatan Jawai, Sambas, Kalimantan Barat yang kemudian dihakimi hingga tewas pada tanggal 19 Januari 1999. Kebetulan pencuri tersebut beretnis Madura, s

Kondisi Sosial Politik Indonesia Pasca Reformasi

Perubahan politik di Indonesia sejak bulan Mei 1998 merupakan babak baru bagi penyelesaian masalah Timor Timur. Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie telah menawarkan pilihan, yaitu pemberian otonomi khusus kepada Timor Timur di dalam Negara Kesatuan RI atau memisahkan diri dari Indonesia.  Melalui perundingan yang disponsori oleh PBB, di New York,Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1999 ditandatangani kesepakatan tripartit antara  Indonesia, Portugal, dan PBB untuk melakukan jajak pendapat mengenai status masa depan Timor Timur. PBB kemudian membentuk misi PBB di Timor Timur atau United Nations Assistance Mission in East Timor (UNAMET). Misi ini bertugas melakukan jajak pendapat. Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jajak pendapat diikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria UNAMET. Jajak pendapat diumumkan oleh PBB di New York dan Dili pada tanggal 4 September 1999.  Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa 78,5% penduduk Timo

Perlawanan Mataram Terhadap VOC

Image
Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung antara lain:  mempersatukan seluruh tanah Jawa,   mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara.  Terkait dengan citacitanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak untuk melakukan monopoli perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran. Kebijakan monopoli itu juga dapat membawa penderitaan rakyat. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia.  Ada beberapa alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni: tindakan monopoli yang dilakukan VOC, VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka, VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa. Pada tahun 1628 telah dipersi

Kolonialisme Inggris di Indonesia

Image
Tanggal 18 September 1811 adalah tanggal dimulainya kekuasaan Inggris di Hindia. Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Raffles sebagai penguasanya. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan. Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip.  Pertama, segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat.  Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial.  Ketiga, atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa.  Berangkat dari tiga prinsip itu Raffles melakukan beberapa langkah, baik yang menyangkut bidang politik pemerintahan maupun bidang sosial ekonomi.   Thomas Stamford Raffles a. Kebijakan dalam bidang pemerintahan Dalam menjalankan tugas di Hindia

Masa Pemerintahan Willem Janssen

Image
Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Ia digantikan oleh Jan Willem Janssen . Janssen dikenal seorang politikus berkebangsaan Belanda. Sebelumnya Janssen menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) tahun 1802-1806.  Pada tahun 1806 itu Janssen terusir dari Tanjung Harapan karena daerah itu jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1810 Janssen diperintahkan pergi ke Jawa dan akhirnya menggantikan Daendels pada tahun 1811. Janssen mencoba memperbaiki keadaan yang telah ditinggalkan Daendels. Namun harus diingat bahwa beberapa daerah di Hindia sudah jatuh ke tangan Inggris. Sementara itu penguasa Inggris di India, Lord Minto telah memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Pulau Penang untuk segera menguasai Jawa.  Raffles segera mempersiapkan armadanya untuk menyeberangi Laut Jawa. Pengalaman pahit Janssen saat terusir dari Tanjung Harapan pun terulang.  Pada Tanggal 4 Agustus 1811 sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raf

Lahirnya Agama Budha

Image
Agama Buddha lahir di India sekitar abad ke-5 S.M. Agama ini lahir sebagai reaksi terhadap agama Hindu terutama karena keberadaan kasta. Pembawa agama Buddha adalah Sidharta Gautama (563-486 S.M).  Sidharta Gautama adalah seorang putra dari Raja Suddhodana dari Kerajaan Kosala di Kapilawastu. Untuk mencari pencerahan hidup, ia meninggalkan Istana Kapilawastu dan menuju ke tengah hutan di Bodh Gaya.  Sidharta Gautam Ia bertapa di bawah pohon (semacam pohon beringin) dan akhirnya mendapatkan bodhi, yaitu semacam penerangan atau kesadaran yang sempurna. Pohon itu kemudian dikenal dengan pohon bodhi.  Sejak saat itu, Sidharta Gautama dikenal sebagai Sang Buddha, artinya yang disinari. Peristiwa ini terjadi pada tahun 531 SM. Usia Sidharta waktu itu kurang lebih 35 tahun. Wejangan yang pertama disampaikan di Taman Rusa di Desa Sarnath. Dalam ajaran Agama Buddha manusia akan lahir berkali-kali (reinkarnasi). Hidup adalah samsara, menderita, dan tidak menyenangkan. Menurut ajaran Buddha, hi

Masa Pemerintahan Daendels

Image
Daendels Herman William Daendels sebagai Gubernur Jenderal memerintah di Nusantara pada tahun 1808-1811. Tugas utama Daendels adalah mempertahankan Jawa agar tidak dikuasai Inggris. Sebagai pemimpin yang ditunjuk oleh Pemerintahan Republik Bataaf, Daendels harus memperkuat pertahanan dan juga memperbaiki administrasi pemerintahan, serta kehidupan sosial ekonomi di Nusantara khususnya di tanah Jawa.  Dalam rangka mengemban tugas sebagai gubernur jenderal dan memenuhi pesan dari pemerintah induk, Daendels melakukan beberapa langkah strategis, terutama menyangkut bidang pertahanan-keamanan, administrasi pemerintahan, dan sosial ekonomi. Bidang pertahanan dan keamanan Memenuhi tugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, Daendels melakukan langkah-langkah: Membangun benteng-benteng pertahanan baru Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon. Namun pembangunan pangkalan di Ujungkulon boleh dikatakan tidak berhasil Meningkatkan jumlah tentara, dengan mengambil orang-orang

Penyebab Bubarnya VOC

Pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga kepengurusan VOC . Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasa tertinggi VOC.  Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh Belas” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham (kecuali Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja. Raja juga menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC berada di bawah kekuasaan raja. Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus tidak lagi berpikir memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk memperkaya diri. VOC sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya semakin merosot.  Bahkan tercatat pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar dividen. Kas VOC juga merosot tajam karena serangkaian perang yang telah dilakukan VOC dan beban hutang pun tidak terelakkan. Sistem upeti ini ternyata juga terjadi di kalan

Masa Kejayaan VOC

Image
Puncak kejayaan VOC ditandai dengan keberhasilan J.P. Coen membangun Batavia dan meletakkan dasar-dasar penjajahan di Nusantara pada tahun 1623. J.P.Coen berusaha meningkatkan eksploitasi kekayaan bumi Nusantara. Cara-cara VOC untuk meningkatkan eksploitasi kekayaan alam dilakukan antara lain dengan: Merebut pasaran produksi pertanian, biasanya dengan memaksakan monopoli, seperti monopoli rempah-rempah di Maluku. Tidak ikut aktif secara langsung dalam kegiatan produksi hasil pertanian. Cara memproduksi hasil pertanian dibiarkan berada di tangan kaum Pribumi, tetapi yang penting VOC dapat memperoleh hasil-hasil pertanian itu dengan mudah, sekalipun harus dengan paksaan. VOC sementara cukup menduduki tempat-tempat yang strategis. VOC melakukan campur tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, terutama menyangkut usaha pengumpulan hasil bumi dan pelaksanaan monopoli. Dalam kaitan ini VOC memiliki daya tawar yang kuat, sehingga dapat menentukan harga. Lembaga-lembaga pemerintahan trad